Irmante Astalavista

Simsalabim!!!
Blog ini bercerita tentang dunia IT, ilmu kebumian, dan lain-lain.

Tuesday, February 27, 2007

Kencing batu

Minum air putih itu sepele yoh, cleguk-cleguk beres.... lega ditenggorokan dan badan terasa ringan.
Masalah cleguk-cleguk minum air itu, akan menjadi tidak sepele kalo kena kencing batu, seperti yang dialami seorang teman. Bermula dari sering sakit pinggang, keluhan yang sudah dirasakan waktu masih di Jogja, hingga terakhir waktu kencing yang berbunyi seerrrrrrrrr...kluthik... kluthik... 2 batu kecil nyempung di kloset, belum lagi ternyata air kencing berwarna kemerahan. Campur darah bo'!
Kalo bagian seerrrrr itu mah semua juga paham, ga cowok ga cewek, tua muda, kakek nenek semua yang ada deseneeeee, yeaahhh!! Tapi yang kluthik... kluthikkk 2 batu kecil itu yang jadi perkara.
Sambil menahan sakit yang luar biasa dibagian bawah perut, katanya udah mo pingsan, dia mengeluarkan motor dari kontrakan, dan boncengan sama sang istri tercinta ke RS Islam Jakarta, parkir, masuk ke front desk sambil mringis-mringis dipapah sang istri, langsung masuk ke UGD. Singkat cerita, temen saya dioperasi, kata istrinya sih batunya udah sebesar jempol tangan.
Coba googling dengan kata-kata kunci "Kencing Batu", ternyata seru juga hehehe. Ada penyebabnya, ada konsultasi para pasiennya, ada komentar para dokter, sampe seseorang yang kencing di atas batu beneran. Yang paling sip tentunya pencegahannya.

Semoga kita bisa belajar dari kejadian ini.

[irmant]

Labels:


Mainan Wikimapia yukkk....


Coba deh tunggu sampe gambar di atas muncul semua gambar satelitnya. Terus tinggal arahkan kursor mouse pada kotak-kotak tersebut. :D

Menandai suatu lokasi itu merupakan suatu hal yang menarik. Apalagi daerah itu merupakan suatu tempat kenangan, misalnya: tempat tinggal, tempat kongkow yang te o pe be ge te, rumah pacar, tempat kerja, apartemen selingkuhan, dst. Apalagi kalo kita bisa menambahkan atribut berupa foto didalamnya, wuihhhh... sannggaaatttt menarik! Ternyata, ada satu website yang menyediakan layanan tersebut yaitu WikiMapia. Layanan ini berbasiskan mesin google API, dimana data satelit atau data peta vektor menjadi latar petanya. Coba deh klik di sini, dijamin Anda akan langsung tau apa yang saya maksud. Disitu ada yang buat kotak kampus, ada kotak lokasi angkringan, ada kos-kosan, ada kotak lokasi tempat 'razia motor', tempat siomay paling enak, dst.

Nah sisanya adalah mengenai fitur-fiturnya.
Coba arahkan kursor mouse ke tulisan WikiMapia dibagian pojok kiri atas...
Akan muncul gambar berikut:
- Home, balik ke halaman utama Wikimapia.
- Change language, ganti bahasa yang digunakan, sayang layanan dalam bahasa Indonesia belum tersedia.
- Map on your page, digunakan untuk menambahkan peta lokasi yang kita pilih pada halaman website yang kita punya. Kalo misalnya kita punya blog di blogger, bisa kita letakkan pada saat kita posting menggunakan mode Edit HTML.
- WikiMapia FAQ, tanya jawab tentang WikiMapia
- Login/Register, bilamana kita ingin registrasi atau login, penandaan lokasi sementara ini tidak perlu membutukan login/register.

Bila Anda arahkan ke bagian View, akan muncul menu berikut:
- Auto, pemilihan otomatis.
- Map, mode peta vektor
- Hybrid, mode paling hemat bandwidth
- Satelite, mode citra satelit saja yang ditampilkan
- No place, tidak ada kotak-kotak lokasi tertandai.
- Approved places, kotak lokasi tertandai yang sudah disetujui
- All places, seluruh kotak lokasi tertandai.
Untuk membuat kotak area informasi. Coba aja klik tombol Add Place, nah akan muncul kotak dengan tombol Save dan Cancel...
Sesuaikan kotak lokasi melalui pojok kotaknya,
Berikutnya akan muncul tampilan isian informasi obyek, bilamana anda menekan tombol save. Bilamana gak yakin lokasi tersebut, klik tombol cancel.

Pilih jenis obyeknya.
Beri judul (title), judul ini akan muncul ketika seseorang mengarahkan kursor pada kotak lokasi.

informasi deskripsi (description), informasi ini akan muncul bilamana kita melakukan klik pada lokasi tersebut.
Tags, tags merupakan kata kunci obyek tersebut yang nantinya akan memudahkan seseorang menemukan kotak lokasi yang kita buat melalui kolom pencarian (search), misalnya "SMA 6 Jogjakarta".

Pada WikiMapia ini juga terdapat fasilitas pencarian. Yang perlu dilakukan adalah mengisikan nama lokasi yang menarik, misalnya "SMA", dst, maka kita akan mendapatkan baris informasi lokasi tertandai. Bilamana di 'klik' salah satu baris informasi segera meluncur menuju lokasi itu.

Mending langsung dicoba aja deh di sini. OK.

[irmant]

Labels: ,


Bila peta bakosurtanal salah

Ini curhatnya supervisor peta bakosurtanal. Pihak yang punya otoritas untuk menangani pembuatan peta-peta dasar di Indonesia. Menarik sekali untuk disimak. Sumber: RSGISForum-net
Banyak orang yang sering "menuduh" bahwa "Peta Bakosurtanal salah", dan membuat banyak orang kelimpungan. Tuduhan itu biasanya diterima oleh "front-desk", yaitu Pusjasinfo (Bu Diah!) atau orang-orang Bakosurtanal yang sedang ketemu orang di luar (konferensi, bintek, sosialisasi). Dan terkadang jawaban yang diberikan kurang memuaskan juga, karena ya banyak yang tidak tahu soal dapurnya, bagaimana produk peta itu terbuat.

Complain lain yang pernah saya terima adalah:
1. Kasus pulau Sangihe atau pulau Rondo yang konon tidak ada di peta Bako hanyalah salah satu contoh.
2. Ada waduk di sebuah kabupaten yang tidak digambar, dan ini konon menyesatkan proyek irigasi di sana.
3. Pertemuan sungai di Sulawesi keliru, dan akibatnya penelitian masalah Anoa oleh LIPI jadi meleset.
4. Ada bukit di suatu tanjung di Kalimantan yang jadi landmark nelayan, koq di peta tidak ada.
5. Ada jalan-jalan yang tidak digambar, atau digambar tapi peringkatnya keliru (jalannya lebar sekali tetapi koq simbolnya jalan lokal).
6. Ada pemukiman yang salah nama, atau bahkan punya nama ganda.
7. Ada penutup lahan yang di sheet yang satu hutan, dan di sheet sebelahnya tegalan.
8. Sebuah kecamatan yang sekarang di Kabupaten B ternyata masih digambar di Kabupaten A
9. Batas darat antara Desa P,Q,R,S itu masih sengketa, koq di peta Bakosurtanal sudah digambar.
10. Batas laut dua Kabupaten Kepulauan di Peta Bakosurtanal berbeda dengan UU Pembentukan Kabupaten ybs, ini sangat merugikan karena luas mempengaruhi hitungan DAU.
Udahlah, 10 saja cukup. Kalau diinventarisir benar bisa jadi bahan disertasi nich ... :-)


Dari sisi dapur, saya bisa memberi penjelasan umum sbb:

“Complain kesalahan peta” dapat dibagi menjadi dua:

1. Salah memang pada peta, dan ini dapat bersumber dari beberapa hal:

1.1. Delay antara akuisisi data, survey lapangan dengan publikasi peta.

Kita belum punya sistem yang bisa menghasilkan peta sekejap mata, untuk wilayah yang amat besar. Pusat PDRTR, dapurnya peta RBI Bakosurtanal, hanya memiliki kemampuan menghasilkan maksimum 200 NLP per tahun (atau kira-kira 150.000 km2 atau 15 juta hektar), ini sudah dengan dikeroyok beberapa perusahaan / konsultan pemetaan. Ingat luas Indonesia kira-kira 190 juta hektar! Bikin peta itu tidak sekedar motret / ambil
citra, terus dikasih toponimi, dilayout, terus cetak. Kalau mau gitu ya cepat, tapi produknya bukan peta RBI (rupa bumi indonesia), jadi nanti komplainnya lebih banyak lagi ….
Vendor teknologi (seperti Radar atau Satellite Image) suka “nyombong” bahwa mengambil data dengan teknologi mereka akan cepat dan murah. Iya ngambilnya … mrosesnya, berapa tahun? Proyek SRTM itu motretnya dari spaceshuttle cuma 1 minggu, data baru keluar setelah 5 tahun! Itupun cuma DSM, bukan DTM, tidak ada interpretasi menjadi topographic line map, tidak ada toponimi yang rinci …

Walhasil, apa yang kita potret, yang masih kita coba update lagi ketika survey lapangan, bisa saja sudah berubah lagi pada saat publikasi. Karena itu, ketika ada complain seperti nomor 2 (waduk terlewat), 5 (jalan salah), 6 (pemukiman salah), 7
(penutup lahan) salah, ya bisa saja. Tapi cobalah berpikir positif, dari 1000 objek di peta, berapa biji yang salah?


1.2. Data yang ada memang tidak memadai.

Beberapa kali data yang kita butuhkan untuk membuat peta memang kurang memadai. Padahal Bakosurtanal selalu mencoba menggunakan last technology. Kita pernah mencoba pakai SPOT5-Stereo (resolusi 5 meter) untuk mengupdate peta Kalimantan Barat skala 1:50.000. Sudah order ke SPOT, dari 22 stereopair (44 scene) yang dibutuhkan, sampai Oktober baru ada 4 pair (8 scene) yang memenuhi syarat untuk stereoscopy. Yang lainnya scene ada tapi satu atau keduanya awan melulu. Bingung kan?
Untuk mengatasi itu pernah juga pakai radargrametry dari citra Radarsat. Pas jadi DEM-nya, ada kenampakan-kenampakan aneh, gunung-gunung yang menjulang sampai ke langit (H > 10.000 meter). Saya tanya ke Radarsat, solusi mereka “buldozing” saja.
Ketika kita pangkas, akibatnya ada gunung yang ikut hilang (kasus complain no 4).
Untuk optimasi (penghematan) anggaran, kami pernah pakai foto-foto arsip HPH skala 1:20.000. Tetapi ketika untuk dibikin peta, pusing juga, karena foto-foto itu tidak mengcover perkotaan (kan memang tidak ada hutan di kota!). Selain itu, foto-foto itu
sering tidak dilengkapi dengan prasyarat untuk fotogrametri (seperti info kalibrasi kamera dsb).
Jenis kamera dan skalanya juga heterogen, sehingga kalau diolah pakai softcopy fotogrametri pasti trouble. Pas disurvey, juga sudah banyak tampilan yang berubah, sehingga identifikasi untuk titik GCP yang mau diukur dg GPS sangat sulit.

1.3. Sistem pembuatan yang distributed dan bertahap.

Karena tidak mungkin memetakan Indonesia sekaligus, kita membuatnya bertahap. Tahun 2006 misalnya, kita petakan sebagian Kaltim, Kalteng dan Kalbar. Ada 7 kontraktor swasta yang terlibat. Tahun-tahun sebelumnya juga mirip. Nah ketika data antar kontraktor dalam satu tahun itu digabung, pasti ada yang tidak matched(kasus complain no. 7). Harus kita akui, bahwa SDM di persh-persh swasta kita juga belum semua profesional. Banyak yang hanya dikarbit (training on the job) ketika ada proyek, dan yang pinter-pinter suka kabur setelah itu.
Kami di Bakosurtanal punya kewajiban menjadikan data antar kontraktor itu jadi smooth – but it is not easy! Meski spec jelas, dan prosedur supervisi dijalankan, tetap saja map is not only science, but art! Ini baru dari tahun yang sama, bagaimana kalau yang dari tahun berbeda dicoba di-matched kan? Wah mabuk deh! Peta di Luar Negeri juga akan mengalami hal yang sama.
Kadang unmatching ini cuma di planimetry (mungkin ada jalan baru, penutup lahan sudah berubah atau ada nama baru). Masih bisa diatasi, meski kita bingung juga, ini yang lama ikutan diupdate tidak, tetapi sumber data yang baru kan tidak ada… Yang maha rumit kalau yang tidak matched ini di 3-dimensi, yakni kontur atau sungai. Kalau kontur dipas-pasin masih bisa, kalau sungai? Sungai tidak mungkin naik turun! Sungai diedit, otomatis kontur berubah. Kontur berubah, batas bisa berubah. Batas berubah, landcover harus ikut. Landcover ikut, toponimi terpengaruh …

1.4. Sistem produksi yang belum terintegrasi dari A sampai Z

Kami sekarang menggunakan teknologi digital. Tetapi teknologi (software) yang dipakai belum menyatu. Untuk fotogrametri, kita pakai Datem dan Soccet Set.
Untuk Image kita pakai Er-Mapper, PCI atau ENVI. Untuk interpretasi dan editing paling enak pakai AutoCAD. Untuk pembentukan topologi pakai ArcInfo/ArcView/ArcGIS. Untuk desktop kartografi dan separasi kita pakai FreeHand atau CorelDraw. Belum
semua software ini bisa diconnect ke database spatial (seperti Oracle atau PostgreSQL). Nah terkadang, operator menemukan kejanggalan ketika sudah di level
kartografi. Untuk memperbaikinya, harusnya kembali ke hulu, ke foto lagi, ke Soccet Set lagi. Tapi apakah ini selalu bisa? Tidak. Kadang waktunya sudah mepet. Jadi akhirnya yang diperbaiki kartonya saja.
Cetakannya akan benar. Namun data digitalnya (misal DXF atau SHP-nya) masih salah.

2. Salah pada pengguna, ini juga beberapa hal:

2.1. Pengguna tidak memahami sistem pemetaan sistematis.

Peta RBI dibuat dengan metode sheetwise (skala 1:50.000, tiap sheet mengcover area 15’ x 15’). Jadi tidak dibuat berdasarkan area administrasi. Pulau-pulau terluar, sering terletak ekstrem jauh di luar sheet normal, makanya bisa tidak masuk.
Solusinya memang dibuat Inset. Kadang mau dibuat inset, data yang tersedia belum memenuhi standar minimal peta RBI (misalnya tidak ada data kontur dll).

2.2. Pengguna tidak memahami cara membaca peta.

Complain no 3 di atas, setelah saya telusuri ternyata hanya didasarkan pada peta yang jauh lebih kecil (peta 1:500.000 buatan Departemen Kehutanan). Jadi ketika ybs melapor bahwa pertemuan sungai keliru, dari petanya saja dia sudah bisa meleset 500 meter (1 mm = 500 meter). Apalagi ternyata ybs tidak membawa GPS. Jangan-jangan identifikasi dia yang keliru.

2.3. Pengguna tidak membaca disclaimer masalah batas.

Ingat di setiap peta RBI ada disclaimer bahwa batas yang digambar bukanlah referensi resmi. Di era otonomi daerah seperti sekarang, di mana daerah-daerah baru bermunculan seperti jamur di musim hujan, dan mereka tidak ada kewajiban melapor ke Bakosurtanal,
sulit bagi Bakosurtanal untuk mengikuti perkembangan batas yang baru (complain no 8 & 9). Untuk peta 1:250.000 Papua, kami akhirnya memutuskan untuk menaruh toponiminya, tetapi tidak menggambar garis batasnya. Takut nanti garis batas sementara ini malah
dijadikan legitimasi konflik antar daerah yang memicu perang suku.
Untuk batas laut lebih rumit lagi (complain no 10), karena rezim yang ada UU sebenarnya kewenangan laut Kabupaten hanya terbatas 4 mil. Sedang di peta-peta,
kadang kita asal taruh saja batas di tengah-tengah (padahal lebih dari 4 mil). Untuk hitungan DAU, luas daratan yang dipakai adalah yang kami hitung dari batas sementara di peta RBI. Mau batas yang definitif? Ya tunggu HUT RI yang ke-100 … kalau anggaran dan SDMnya masih begini terus … :-) Saya ada paper hitungan tingkat kesalahan data luas yang ada dan pengaruhnya ke kesalahan uang DAU.

2.4. Pengguna tidak familier dengan legenda atau format digital yang ada.

Peta RBI dijual pada bentuk cetak atau digital format DXF atau ArcInfo (coverage or SHP). Untuk memahami bentuk cetak ya harus familiar dengan legenda peta RBI. Untuk peta digital lebih sulit, karena ada lebih dari 200 kode layer. Kedalaman informasi peta digital jauh lebih tinggi dari peta cetak. Untuk mengubah dari DXF ke SHP, kami menggunakan script SML khusus, jadi tidak asal impor DXF ke ArcInfo/ArcView. Pasti
gagal kalau seperti itu.

Jadi sebelum ribut PETA BAKO SALAH, coba introspeksi
dulu …

Kita sama-sama sedang membangun sebuah sistem pemetaan Indonesia yang handal, yang meliputi SDM, teknologi (hardware, software) , data, organisasi dan budget.

Bakosurtanal is not the sole player. Kita cuma kebetulan menurut undang-undang dapat amanah untuk menjadi koordinator sekaligus dinamisator dan katalysatornya … Kualitas peta ditentukan juga oleh semua stakeholder yang terlibat. Dan SDM mereka tergantung mutu pendidikan tinggi kita juga. Pendidikan tinggi tergantung pendidikan SMA, SMP, SD. Yang SD payah … karena APBN Pendidikan realnya masih jauh di bawah yang diamanahkan UUD, yaitu 20%. Wah koq jadi ke politik larinya …

Agar kira-kira dapat gambaran lengkap tentang proses pemetaan dan apa yang sering dituduhkan sebagai kesalahan.

Kesalahan itu memang kadang terjadi, bukan karena tidak updated, tapi memang "salah" - maksudnya pada level skala tersebut. Kami tim supervisi, biasanya membagi dalam kesalahan syntax dan kesalahan semantik.
Kalau kita tidak mengenal langsung objek realnya, maka kita hanya bisa kenali kesalahan syntax, misalnya ada tambak di pegunungan, atau ada pemukiman tanpa akses jalan/sungai, maka itu pasti salah.

Tetapi kalau yang semantik, misalnya apakah yang benar "Gunung Merbabu" atau "Gunung Marbabu", maka ini susah. Kita harus punya source yang dapat dipercaya. Jadi yang berani nyalahin (mau merevisi, mengupdate) harus lebih terpercaya dari info pertama.

Usia data di dalam peta itu tidak sama. Data kontur/topografi saya kira bertahan sampai 50 tahun, kecuali ada pembangunan besar-besaran yang merubah landskap. Penutup lahan (vegetasi) bisa berubah setiap musim. Pemukiman dan jalan berubah menurut pembangunan, kalau di kota-kota kecil di daerah, amat sangat lambat perubahannya. Batas administrasi dan toponimi, berubah immediately kalau ada policy dari pemerintah.

Dari seluruh komponen peta, yang termahal adalah topografi (kontur, alur, sungai, garis pantai). Ini hampir 70% dari biaya produksi. Paling murah adalah jalan utama -- ini yang bisa diupdate sendiri pakai gps-tracking oleh masyarakat. Siapa yang mau meng-update jalan-jalan setapak di hutan / pegunungan secara sistematis?

Usul pak Aslan tentang "update berbasis masyarakat" cukup menarik, tetapi perlu dicermati. Mengupdate yang seperti apa? Secara umum, di setiap lembar peta Bako ada kalimat: "AGAR MEMBERI TAHU BAKOSURTANAL KALAU DITEMUKAN KESALAHAN DI PETA ITU". Kami pernah coba lho ... ternyata sangat sedikit yang memberi tahu dan yang sedikit inipun, pemberitahuannya sulit ditindaklanjuti.

Menurut saya, kalau masyarakat mau bikin peta sendiri, gps-tracking sendiri, atau men-derivate peta-peta turunan dari peta Bako, terus disempurnakan sendiri, silakan saja. Itu peta Jakarta dari Gunther yang sangat ngetop itu, topografinya juga ambil dari Bako koq. Saya lihat sendiri agreementnya sekitar 10 tahun y.l. Jadi dia sangat santun, bikin perjanjian mutual,
jadi Bako juga teoretis boleh jual produk dia.

Investasi yang dikeluarkan Gunther saya kira tidak akan sampai sepersepuluh yang dikeluarkan APBN melalui Bako. Tahun 2006, PT Enrique juga mengeluarkan peta jalan untuk Bandaaceh dari petatop Bako yang terbaru (pasca tsunami). Untuk bikin peta jalan itu,
investasi dia hanya 100.000 Euro. Bako mengeluarkan dana untuk pemotretan, GCP, interpretasi, fieldcheck toponim dsb lebih dari 2 juta US$.

Jadi saya kira yang penting jangan meng-klaim sesuatu yang bukan miliknya, atau sesuatu lebih hebat dari sebenarnya.

Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Koordinator Supervisi
Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi & Tata Ruang,
Bakosurtanal.

Labels:


Monday, February 26, 2007

Tanda-tanda terjadinya angin puting beliung

Bencana alam angin puting beliung itu bersifat lokal, tapi sanggup mengangkat atap rumah dan memporak-porandakan permukiman. Hal ini disebabkan karena kecepatannya hingga 120 km/jam, dan berlangsung antara 1-5 menit.
Pergerakan angin akan lebih cepat sampai ke daratan jika di wilayah daratan memantulkan panas dan bertanah lapang tanpa bebukitan. Gedung-gedung di perkotaan dan tanah tandus lapang menyumbang terjadinya angin itu.
Karena sifatnya yang lokal, luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai meso scal dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahui oleh kita yang ada di luar rumah, seperti :
- Terjadi terutama di daerah yang kurang vegetasi dan kota yang banyak gedung-gedung penyebab panas di daratan.
- lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan
- lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari
- Satu dua hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas/pengap/sumu’
- Pada hari berikutnya tumbuh awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.
- Awan itu ketebalannya bisa mencapai 9 kilometer, dan puncak awan bisa berupa es. Ciri-ciri selanjutnya, sesaat sebelum kejadian puting beliung, biasanya berembus angin sepoi yang berasa dingin disekitar tempat kita berdiri.
- Tahap berikutnya adalah awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap
- perhatikan pepohonan disekitar tempat kita berdiri, apakah ada dahan atau ranting yang sudah bergoyang cepat, jika ada maka hujan dan angin kencang sudah akan datang
- biasanya hujan pertama kali turun adalah hujan tiba-tiba dengan deras, apabila hujan nya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri
- Terdengar sambaran petir yang cukup keras, apabila indikator tersebut dirasakan oleh kita maka ada kemungkinan hujan lebat+petir dan angin kencang akan terjadi
- Jika 1 atau 3 hari berturut –turut tidak ada hujan pada musim penghujan, maka ada kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak.

Sumber:
* Rudy Teguh Imananta
Pusat Gempa Nasional - Pusat Sistem Data dan Informasi Geofisika
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
Jl. Angkasa I No 2, Kemayoran Jakarta Pusat
* website pelajaran dari NASA tentang badai tropis.

Labels:


Thursday, February 22, 2007

Sesuatu terjadi karena sebuah alasan

Ini ada cerita tentang setiap orang pasti punya suatu misi, let's find out...

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat.
Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos.Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku.
Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya,"Semua terjadi karena suatu alasan."

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku?
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena suatu alasan." Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang.
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

Labels:


Tuesday, February 20, 2007

Faktor-faktor penyebab banjir di Jakarta

Jumat pagi 2 Februari itu saya yakin sekali kalo Jakarta bakal banjir seperti tahun 2002, hujan yang tidak kunjung reda, bahkan semakin kenceng pagi itu. Ternyata hujan hari itu merupakan curah hujan tertinggi di Jakarta 10 tahun terakhir. Mulai dari jam 10 malem tanggal 1 Februari sampe jam 12 siang esok harinya. Keyakinan saya terbukti waktu saya menyalakan tipi pagi itu. Banjir dan kemacetan terjadi dimana-mana. Saya putuskan pagi itu gak usah masuk kantor, meski kalo jalan kaki cuman 6-7 menit :D. Sambil baca peta Jakarta buatan Pak Gunter, saya mencari lokasi-lokasi banjir yang disebutkan oleh stasiun televisi. Hmmmm, ternyata menarik sekali distribusi lokasi banjir tersebut. Faktor secara umum dibagi menjadi dua bagian yang terkait satu sama lain, yaitu faktor fisik dan faktor manusia. Faktor fisik sederhana dapat digunakan siklus hidrologi.


Hujan deras dengan curah hujan tinggi, menghasilkan banjir kiriman dari daerah Puncak yang kabarnya ’gundul’, mengalir ke wilayah Jakarta menuju ke Laut Jawa. Untuk mencapai Laut Jawa, aliran air ini mengalir melalui sungai-sungai meander yang dibeberapa tempat terhalang sampah, drainease buruk, pembangunan saluran air yang parsial, perubahan fungsi lahan, plus ketinggian muka air laut yang sejajar pada beberapa tempat, menghasilkan aliran permukaan yang tidak beraturan dan tentunya banjir...


CURAH HUJAN

Ada cerita saat banjir kemaren bahwa, seorang teman apartemennya ikut kebanjiran gara-gara saluran air di kamar mandinya mampet. Nah kalo airnya dikit tentunya tidak sampai banjir kan...?! :D. Meski hujan merupakan salah satu sumber air penyebab banjir dipermukaan bumi (selain luapan air laut, bendungan jebol, pencairan glesier, dst), tetapi biasanya hujan yang paling sering disalahkan, sehingga manusia kemudian menciptakan alat pengukur curah hujan. Alat ini biasanya ada dalam stasiun pengamatan cuaca. Tidak cuman satu alat, tapi banyak alat yang dipasang tersebar pada suatu daerah. Hasil pengamatan beberapa stasiun itu kemudian digabungkan hasilnya menggunakan metode polygon thiessen untuk kemudian menghasilkan peta curah hujan dalam satuan milimeter. Curah hujan yang di atas normal tentunya berpengaruh sekali terhadap peluang banjir. Berhubung curah hujan tertinggi di Indonesia terjadi selama bulan Februari-Maret, tentunya banjir biasanya terjadi dalam periode ini.



SALURAN AIR

Banjir di Jakarta sebenernya terjadi sejak lama, Jaman Jakarta masih bernama Batavia pun sudah terjadi banjir. Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Soepardijono Sobirin mengatakan bahwasannya sekitar 40 persen dari luas Kota Jakarta ketinggiannya hampir sama dengan permukaan air laut. “Meskipun tidak ada pemukiman, tetap saja banjir, termasuk banjir siklus lima tahunan seperti sekarang ini”. Kondisi ini, lanjut Sobirin, diperparah dengan penataan drainase yang parsial. Di daerah Kalapa Gading, misalnya, banyak pengembang yang menawarkan perumahan elite. Namun, tidak ada sinergi antara drainase perumahan yang satu dengan perumahan lainnya. “Akibatnya, air yang mengalir hanya di situ-situ saja. Tidak bisa keluar. Bayangkan kalau kemudian terjadi hujan lebat,” kata Sobirin.


Di Jakarta, membuat selokan yang baik itu bukan merupakan budaya atau patokan tata aturan pembuatan bangunan. Rumah-rumah pada daerah pemukiman padat penduduk non-perumahan biasanya memiliki saluran air seadanya. Ukuran satu kilan tangan dipakai untuk menangani limbah rumah tangga beberapa puluh rumah. Belum lagi warga yang membuat sambungan ’buk’ rumah dengan jalan tanpa memperhatikan hubungan antar selokan, sehingga seringkali tampak ada selokan menggenang untuk tempat sampah dan selokan yang kering kerontang yang dijadikan tempat bakar sampah dalam satu rute. Jangan salah ya, gedung2 bertingkat di Jakarta pun sering tidak memperdulikan kualitas gorong-gorong di depan gedung tersebut, misalnya genangan air di daerah Balai Kartini yang selalu muncul disaat hujan.


Yang paling parah, tegas Sobirin, adalah rusaknya daerah aliran sungai (DAS). Jakarta memiliki delapan DAS, yakni Das Cisadane, Angke, Ciliwung, Rukut, Sunter, Cilincing, Cikarang, dan Bekasi.

Yang paling besar adalah Cisadane dan Ciliwung. “Yang kecil-kecil semakin kerdil dan hilang karena pemukiman. Bantaran sungai semakin hilang karena diduduki pemukiman. Para pengembang bermunculkan tanpa melihat aliran air,” kata Sobirin. Sobirin mengatakan, semestinya, 30 persen dari total luas DAS seperti Ciliwung dan Cisadane itu berbentuk hutan. Maraknya alih fungsi di beberapa daerah memberikan andil besar membuat bencana banjir. Pasalnya, kemampuan alam menampung air menjadi sangat terbatas.

MEANDERNYA SUNGAI JAKARTA
Ada 13 sungai dan anak sungai yang mengalir ke Jakarta. Sungai ini sebagian besar polanya meander, berkelak-kelok. Anda bisa cek pola meander ini pada peta Gunter mulai dari Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Kali Krukut, dst atau wilayah2 yang disebutkan sebagai lokasi banjir di Jakarta. Sungai ini otomatis akan membuat aliran air lebih lambat dan lama tergenang sebelum mencapai titik outlet.

Kalo pernah liat kali Krukut, sungai ini masuk kategori anak sungai yang bentuknya meander juga. Lebarnya di daerah perumahan warga wilayah Bangka sekitar 5 meter, tapi jangan salah Kali Krukut ini untuk wilayah Cilandak, ada yang lebarnya hanya 2 meter. Menciut melebar menciut melebar, yang tentunya banyak terdapat jebakan-jebakan air (pothole) didalamnya.


Jebakan air ini memiliki volume air yang besar, dan siap muntah diwaktu hujan dan menghasilkan debit yang cukup besar untuk menjadi banjir. Sungai ini juga ini ditugaskan untuk menangani aliran limbah rumah tangga dan industri wilayah yang menurut saya cukup banyak. Jadi sepanjang musim penghujan normal, muka airnya termasuk tinggi. Jadi wajar kalo ada hujan agak lamaan dikit dijamin bikin banjir, misalnya pada jembatan pada daerah jalan Kapten Tendean yang menghubungkan Kuningan dengan Blok M. Dan jangan salah, pada sempadan atau dataran banjirnya pun ada beberapa perumahan elit, ya tentunya jadi langganan banjir.

Kali Krukut yang merupakan anak sungai sering meluap ke Jalan Kapten Tendean-Kuningan Barat. (Peta Gunther, 2004 dan GoogleEarth 2007).

Untuk mengurangi tinggi debit sepanjang meander ini ya sebagai solusinya mungkin perlu dibuat sudetan sepanjang meander-meander, seperti yang dilakukan pada meander-meander pada Sungai Bengawan Solo. Dengan harapan aliran air akan berjalan lebih cepat dan tidak menggenang kelamaan.


PEMBANGUNAN KOTA

Banyak penelitian yang menunjukkan fenomena perubahan penggunaan lahan sebagai pemicu banjir, terutama perubahan lahan ke arah permukiman.

Kalo kembali ke peta Gunter, tampaknya sih solusi banjir kanal yang didengungkan VOC itu gak cukup lagi. Daerah banjir itu umumnya terjadi sepanjang sempadan meander-meander sungai yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan, fasilitas umum, rumah sakit, dst. Bisa Anda cek langsung penggunaan lahan pada wilayah sepanjang Sungai Ciliwung, meski hanya pake peta Gunter sekalipun akan tampak ruas-ruas jalan pemukiman yang sebenarnya masuk dalam batas wilayah sempadan. Perlu diingat pula kalo istilah lain dari sempadan sungai adalah ’dataran banjir’. Resiko orang tinggal di dataran banjir, ya.... kebanjiran.


Dataran banjir yang ada disepanjang meander Kali Ciliwung. (GoogleEarth, 2007)

Tata penggunaan lahan yang sudah kadung daerah Jakarta, diistilahkan seperti membuat telor ceplok di wajan penggorengan dan membentuk kerak telor yang tidak beraturan bentuknya (kompas.com). Rawa diembat, sempadan diembat, lahan hijau diembat. Resapan air di-’delete’, masih mending kalo lokasi-lokasi tersebut bisa di-‘cut’ lalu di‘paste’ di tempat lain. Tentunya akan sulit buat pemerintah DKI Jakarta mengubah lahan-lahan terbangun yang kadung ’mateng’, kembali menjadi wilayah resapan, kawasan hutan kota, dst. Apalagi mengganti fungsi rawa yang telah menjadi penjinak banjir Jakarta berabad-abad lamanya (...).

Secara teori sih perubahan penggunaan lahan rawa ke permukiman atau perkantoran sih oke, tapi seringkali syarat mutlaknya kurang diperhatikan, yaitu saluran air yang ’sempurna’.



SAMPAH

Lahan terbangun yang telah mencapai 80% dari seluruh wilayah DKI Jakarta, membuat warga Jakarta yang tinggal dipemukiman padat biasanya kesulitan untuk membuang sampah. Maka, selokan atau sungai pun menjadi media untuk tempat buang sampah atau bakar sampah, bahkan itu menjadi semacam kebiasaan. Saya sering temui anak-anak kecil yang malah disuruh buang sampah di selokan oleh orang tuanya. Tentunya harapan para pembuang sampah bahwa sampah yang dibuang di selokan itu akan mengalir ke sungai tidak terjadi karena apa yang mereka buang itu malah menambah buruk saluran air yang memang sudah buruk. Tentunya ini disebabkan karena beragamnya asal muasal daerah dan karakter warga Jakarta. Ada yang kaya tapi ’ndeso’, misalnya tampak dari mobil2 niaga tahun terbaru tapi buang sampahnya di jalan, ada yang memang di kampungnya buang sampah di kali merupakan kebiasaan, dst. Ini cukup mengerikan, tapi itulah yang terjadi. Di sepanjang Sungai Ciliwung, sampah dalam bungkusan plastik menggunung.


Pernah sebuah stasiun tivi menayangkan volume sampah yang ada di pintu air Manggarai dapat dinaiki oleh pemulung saking banyaknya. Padahal kedalaman pintu air ini dapat mencapai 10 meter dan menjadi indikator waspada banjir di Jakarta. Coba bayangkan dalam sampah yang tertahan pada pintu air ini. Saya gak mau naif yah, bisa jadi saya menjadi salah satu kontributornya secara tidak langsung. Memang ada tukang sampah yang ngambilin sampah tiap hari, tapi saya juga nggak tanya sampah tersebut dibuang kemana, itu kan tanggung jawab tukang sampah itu, hehehe...

Bencana erosi selalu datang menghantui

Tanah kering kerontang banjir datang itu pasti

Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi

Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia

Lestarikan hutan hanya celoteh belaka

Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu saja

(Karya : Iwan Fals-Album Opini 1982)


SOLUSI

Kalo yang baru cari-cari rumah/kontrak,

Pilih perumahan yang jauh dari sungai dan anak sungai. Luapan banjir ini biasanya berasal dari sungai dan anak sungai. Biasanya yang terkena pertama kali adalah daerah sempadan sungai. Kadang juga ada perumahan bebas banjir yang ikut-ikut kebanjiran, gara-gara perumahan tetangga yang kebanjiran buang air (dipompa) melewati gorong-gorong perumahan bebas banjir.

Pilih daerah yang berkontur tinggi. Kontur tinggi ini bisa dipilih pada daerah-daerah Selatan Jakarta, seperti Depok, Kelapa Dua, Bogor dst. Kontur yang tinggi biasanya tidak mungkin ada pada daerah sempadan sungai. Namun demikian, meski tinggal dekat sungai, tapi kalo sungainya berbentuk lembah sungai yang dalam, ya bakal aman. Contohnya beberapa lokasi di dekat Kali Pesanggrahan, memiliki lembah sungai yang dalam.

hindari daerah-daerah yang berdekatan dengan bekas rawa. Gampangannya daerah berjudul 'Rawa', misal Rawa Buaya, Rawa Bebek, dst. Dari namanya aja udah ketahuan kalo itu daerah rawa yang alih fungsi :D. Biasanya perubahan penggunaan lahan rawa menjadi daerah terbangun, tidak diimbangi dengan pembuatan saluran air yang benar-benar sesuai. Padahal pembangunan saluran air pada daerah bekas rawa ini merupakan syarat mutlak untuk konservasi dan pengganti fungsi rawa tadi. Hasilnya banjir di daerah bekas rawa maupun sekitarnya, misal daerah Kelapa Gading.

Kalo yang udah kadung beli rumah daerah banjir, beli aja kasur pompa model DRTV. Kasur ini bisa dilipat dalam ukuran kecil sehingga mudah disimpan dan gak makan tempat. Kalo banjir tinggal dipompa untuk ngungsi.



Labels:


Friday, February 16, 2007

Notebook rakitan

Intel Corp telah menggandeng 3 industri notebook terbesar di dunia, Quanta, Asus dan Compal. Ketiga vendor ini adalah manufactur komponen-komponen utama laptop merk terkenal didunia, seperti Acer, Asus, NEC, IBM, Compaq, HP, Toshiba, Lenovo, dst.
Dalam upaya penetrasi pasar yang lebih tinggi, Intel berusaha melakukan standardisasi pembuatan notebook dalam 7 item. Notebook akan dirakit berdasarkan komponen:
1. barebone,
2. LCD panel,
3. keyboard,
4. battery,
5. storage,
6. optical disc,
7. dan power supply.

Pembuatan barebone dipercayakan pada 3 industri notebook terbesar di dunia (dimana merk-merk notebook terkenal didunia dibuat oleh 3 industri ini).
Hasil dari upaya ini adalah notebook bisa dirakit oleh banyak toko pengecer komputer. Notebook akan semakin murah harganya.
Tahun 2005 Intel sudah mendorong dipasarkannya whitebook atau notebook rakitan tanpa merk. Upaya itu tahun ini lebih ditingkatkan lagi dengan menjual 7 komponen di atas secara terpisah sehingga whitebook bisa diservice oleh toko-toko komputer, tentunya juga toko bisa membuat sendiri whitebook atau notebook rakitan.

Intel akan menseragamkan komponen2 hardware notebook agar bisa dipasangkan antar notebook, sehingga notebook bisa dirakit dengan mudah tanpa adanya konflik hardware. Hal seperti ini akan memudahkan kita dalam proses upgrade komponen dan tentunya harga yang didapatkan lebih terjangkau.

Nantinya pembeli bisa memilih LCD panel notebook dari berbagai merk industri LCD besar dunia seperti Samsung dan AOC. Demikian juga storage bisa dipilih dari industri storage kelas dunia seperti Seagate atau merk lain. Power supply tentunya akan semakin murah. Battery merk Sanyo atau dari industri kecil lainnya. Keyboard notebook merk Acer atau Logitech. Optical disc merk Asus atau lainnya.

So, itulah sebabnya kenapa BYON yang merupakan merk notebook lokal teranyar Indonesia menggembar-gemborkan kemampuan user untuk memilih komponen notebook sendiri. Padahal sesungguhnya merk notebook lokal lain yang sama-sama memanfaatkan konsep whitebook/notebook rakitan juga dapat melakukan hal yang sama, seperti Axioo, ION, Wearness, Zyrex, dst. Bahkan kalo Anda ke Mangga Dua, merk Acer pun berani mendisplay 7 bagian utama komponen notebook rakitan tersebut.

[irmant]
sumber:
www.hothardware.com
www.republika.co.id

Labels:


Thursday, February 15, 2007

Konversi Koordinat TM3-BPN

Berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional merupakan hal yang sering dilakukan oleh orang yang mengurus surat tanah. Entah urusan jual beli, warisan, perubahan akte, dst. Meskipun denah tanah pada buku tanah itu berbentuk sket, sesungguhnya BPN memiliki sistem koordinat sendiri yang dinamakan TM3. Tentunya untuk lokasi itu, BPN memerlukan akurasi koordinat posisi lokasi yang tinggi.
Untuk itu dibuat undang-undang yang menetapkan penggunaan sistem koordinat yang dianggap akurat yaitu Transverse Mercator 3 yang lebih dikenal sebagai sistem koordinat TM3.Sistem koordinat ini memodifikasi sistem koordinat yang udah ada sebelumnya yaitu UTM (Universal Transverse Mecantor) WGS 1984, dengan cara membagi sistem proyeksi UTM 6 derajat ke 3 derajat. Sehingga dalam satu zona UTM 49 selatan misalnya, terdiri dari 2 zona TM3, yaitu TM3 zona 49.1 dan TM3 zona 49.2. Ndilalah, saya ketemu teman yang beli buku panduan TM3 terbitan Bakosurtanal pada pameran Geospasial 2006 lalu. Buku tersebut menjadi awal yang baik untuk pengembangan sistem proyeksi pada software SIG umum digunakan di Indonesia.


Saya coba memberi beberapa clue tentang cara konversi dari UTM ke TM3 menggunakan Arcview. Semoga bisa ditindak-lanjuti oleh teman-teman lain yang berkutat erat dengan produk2 ESRI.
Langkahnya adalah sbb:
1. buka sembarang file peta berkoordinat UTM pada Arcview, misal UTM WGS84 zona 49S.
2. Atur satuan jarak dan proyeksi peta dalam satuan meter (View > Properties)
3. Aktifkan ekstensi Projection Utility Wizard (File > Extensions). Ekstensi projection utility ini digunakan untuk mengubah sistem proyeksi misal dari Derajat desimal UTM atau sebaliknya.
4. Jalankan ekstensi Projection Utility (File > Arcview Projection Utility)
5. bila ada pesan error, klik OK, kemudian pilih Browse pada menu Wizard Step 1, untuk menentukan file peta yang akan diproyeksi ke TM3. Klik Next.
6. Pilih sistem proyeksi peta awal yaitu UTM WGS84 zona 49 selatan.


7. perhatikan menu bagian 'Parameters' akan tampak parameter2 yang digunakan untuk konversi sistem koordinat WGS84 zone 49s.

8. klik Next, maka projection utility wizard akan memberikan proyeksi pada file peta yang akan dikonversi (akan muncul tambahan file *.PRJ), dan akan muncul menu Wizard Step 3.

9. Nah, pada menu Step 3 bagian ini yang cukup krusial, yaitu penentuan parameter baru TM3, jadi mas-mas dan mbak-mbak perlu melihat ulang parameter dari buku tersebut.


Pada gambar berikutnya peta UTM zone 49 selatan dikonversi ke proyeksi TM3 zona 49.2, menggunakan parameter yang diambil dari buku tsb.

10. Good luck, hehehe

[irmant]
nb. Kalo produk GIS Cadcorp SIS desktop, konversi proyeksinya mah on the fly lewat map screen, meskipun datanya berformat ESRI-shapefile sekalipun.

Digambar tersebut, tampak peta ESRI shapefile (*.shp) yang menggunakan sistem proyeksi UTM WGS84 zona 49s, yang siap diklik ke proyeksi TM3. Cheers!

Labels:


Crossover software Windows ke MacOS

Sejak Microsoft membeli sahamnya Macintosh tahun lalu, muncul kolaborasi-kolaborasi teknologi yang cukup menarik untuk disimak. Salah satunya adalah teknologi aero pada sistem operasi baru bernama Windows Vista. Teknologi aero ini memungkinkan display pada layar Windows Vista menampilkan tayangan layar desktop windows yang lebih eyecatching daripada sebelumnya. Sekali lagi ini adalah contekan legal Microsoft terhadap produk tetangga, yaitu dari MacOS yang terkenal dengan teknologi grafisnya. Kolaborasi teknologi ini lebih menarik lagi bilamana software-software yang biasa dihadapi oleh user Windows bisa berjalan pada sistem operasi MacOS ini.

Ada 3rd party developer membuat aplikasi berjudul Crossover Mac yang memungkinkan software-software dan game yang dibuat untuk sistem operasi Windows diinstal dan dijalankan pada sistem operasi MacOS. Beberapa software microsoft dan game sudah diberjalan dengan sukses menggunakan konverter ini.
Meski masih terus mencari kompabilitas, produk ini menjadi sangat menarik, karena tampilan dan sentuhan teknologi macintosh, akan semakin terasa powerful bilamana aplikasi-aplikasi berbasis sistem operasi microsoft juga bisa berjalan pada sistem operasi ini.





Labels: